…kemerdekaan?

Tentang hakikat dasar merdeka itu sendiri bagi kita, Warga Negara Indonesia.

Sanchia Sehan
3 min readOct 24, 2021

Saat ini Indonesia sudah 75 tahun merdeka. Well, bukan umur yang muda, tentu saja. Tapi belum tua juga, bisalah dibandingin sama kakekku. Di saat bersamaan, pernahkah kita berpikir kalau misalnya kita benar-benar merdeka? Yakinkah kita kalau setelah hari kemerdekaan kita sudah tidak perlu mengkhawatirkan apa-apa?

Photo by alfauzikri from Pexels
Photo by alfauzikri from Pexels

Hmm, aku 100% yakin jawabannya masih ada yang harus dikhawatirkan, tapi ini cuma memunculkan pertanyaan selanjutnya: “Apa yang dikhawatirkan?”

Jelas banyak (yang ini kita jujur-jujuran aja), tapi poin yang aku ingin bahas lebih lanjut adalah bagaimana kita masyarakat kita mendefinisikan kebahagiaan. Bingung? Baik, ayo kita gali lebih lanjut.

Arti Kemerdekaan

Menurut situs KBBI, Kemerdekaan (/ke·mer·de·ka·an/)adalah keadaan (hal) berdiri sendiri (bebas, lepas, tidak terjajah lagi, dan sebagainya). Jelas sudah bahwa definisi merdeka adalah ketika kita tidak terikat dari apapun. Kita bebas mengutarakan pendapat dan berperilaku untuk mencapai kebaikan bersama. Eksperimen, percakapan, diskusi, semua itu harusnya bisa kita nikmati dengan mudah dan beradab.

But do we really use that opportunity well?

Perbandingan

Hai, tertarik jalan-jalan? Intip dunia yuk.

Photo by Satoshi Hirayama from Pexels
Photo by Satoshi Hirayama from Pexels

Ceritanya kita ada di Jepang, dimana kebersihannya sangat-sangat “wow”. Dimana teknologi canggih bertebaran, bersaman dengan individualitas tingkat tinggi, edukasi yang baik, budaya-budaya mendunia, dan indahnya bunga sakura.

Atau lebih pilih ke barat? Sekarang kita pindah ke Jerman

https://www.pexels.com/photo/sky-clouds-building-trees-46970/

Sama seperti Jepang, Jerman juga masuk dalam kategori negara maju. Selain itu, Jerman juga banyak melahirkan orang-orang yang berpengaruh bagi dunia di bidangnya masing-masing. Sebut saja Einstein, Mozart, Hugo Boss, Adolf Hitler, sampai yang masih hidup, seperti Angela Merkel.

Mau tau apa hal terkeren menurutku dari warga negara tersebut?

Etos kerja dan kedisiplinan warganya.

Mereka terkenal akan komitmennya dalam bekerja, bagaimana mereka fokus untuk menyelesaikan prioritas, juga kreativitas yang mereka gunakan untuk berkarya. Terlepas dari sejarah, faktor-faktor tersebut mempengaruh performa negara, gaya hidup, juga prospek masa depannya.

Apa kabar Indonesia?

Realita

Ayolah, kapan sih realita seindah dunia fana? Engga pernah. Di definisi kemerdekaan memang katanya tidak terikat dengan sesuatu. Namun kenyataannya, rakyat kita masih terikat sering terikat pada salah satu hal paling nyebelin di dunia ini: rasa malas.

Malas, pada dasarnya tidak pernah positif. Malas membuat kita melewatkan kewajiban, tertinggal, melewatkan kesempatan, dan mengunci diri kita dari potensi yang sebenarnya. Yang jelas, malas bukanlah sebuah emosi yang kita inginkan untuk terus berada di sekitar kita.

Namun apa daya, kita akan ditampar oleh kenyataan lainnya: menghilangkan rasa malas tidak pernah mudah. Untuk menghapuskan malas, kita akan diminta untuk berlelah, berdarah, danberjuang untuk mencapainya. Tentu saja tidak semua orang mau untuk berusaha sekeras itu, apalagi ketika masa depan bukanlah sebuah kepastian.

Tugas

Photo by Markus Spiske from Pexels

Menulis tulisan diatas membuatku menyadari tugas kita sebagai generasi penerus negara +62 ini: Menumpas rasa malas, setidaknya rasa malas milikku. Sekarang saatnya kita menguba angan-angan (produktif) menjadi kenyataan. Saatnya kita aktif mencoba mengalahkan rasa malas kita, dengan bangun terus setelah jatuh, menelurkan ide baru, dan akhirnya mengukir masa depan indah seperti yang selalu kita harupkan dari dulu.

Semangat untuk kita semua!

--

--

Sanchia Sehan
Sanchia Sehan

Written by Sanchia Sehan

Mahasiswi rantau dengan menulis sebagai side-quest :)

No responses yet